Perang Pemikiran, Ghazwul Fikri


Perang fisik memang bukan zamannya lagi, walau sebenarnya hal tersebut masih terjadi di beberapa negara di dunia, misal Israel dan Palestina. Perang fisik juga terlihat sangat nyata yang dapat memperoleh kecaman dari pihak lain. Saya yakin sangat banyak yang tidak sadar bahwa kita dalam masa berperang. Nyatanya perang ini lebih hebat dari perang fisik,-perang pemikiran (Ghazwul Fikri). Walau tidak menimbulkan kematian, namun dapat mengeruk sebuah idealisme ataupun pedoman. Katakan saja masalah adat istadat dan agama yang berubah sejak perang ini dimulai.

Pengertian Ghazwul Fikri (Perang Pemikiran)
Secara bahasa, ghazwul artinya serangan, serbuan atau invansi. Sedangkan Fikri adalah pemikiran. Jadi ghazwul fikri dapat diartikan sebagai serangan untuk mengubah pemikiran sehingga tidak sesuai lagi dengan pedoman awal yang dipegangnya.

Coba bandingkan kelebihan Perang Pemikiran dibandingkan perang fisik.

1. Biaya
Perang fisik memerlukan peralatan persenjataan, jika perlu dengan alat yang tercanggih. Tentunya biaya yang digunakan sangat mahal. Bandingkan dengan perang pemikiran yang hanya menggunakan media.

2. Jangkauan
Perang fisik hanya memerangi sebuah daerah saja, walaupun berperang adalah sebuah negara, namun pusat penyerangannya hanya di beberapa daerah saja. Bandingkan dengan perang pemikiran yang sampai pada setiap rumah di bumi ini selama ia masih tersentuh dengan media massa. Maka dapat dipastikan ia sedang diperangi.

3. Ruang Lingkup
Perang fisik hanya untuk meruntuhkan sebuah pertahanan saja, namun perang pemikiran akan terus mendobarak hingga sendi-sendi kehidupan. Pada bidang pendidikan, sosial, budaya, ekonomi, dan lain-lain.

4. Waktu
Perang fisik pastinya akan berakhir pada suatu waktu. Namun perang pemikiran akan terus berlangsung selama kita hidup.

5. Dampak
Dampak dari perang fisik adalah perlawanan, ada yang kalah ada yang menang. Sedangkan Perang pemikiran akan mengubah pemikiran seseorang sehingga mengikuti pemikiran si pengatur. Pada awalnya ia menganggap hal tersebut buruk, kemudian bisa menjadi baik.

Sarana apa yang digunakan dalam perang pemikiran?
Media. Jawaban mutlak media. Kemudahan informasi ternyata memberikan efek buruk seperti ini. Apalagi masyarakat telah menaruh kepercayaan penuh terhadap media tanpa menyaring informasi terlebih dahulu. Anda akan selamanya berhadapan dengan media. Televisi yang ada di dalam rumah Anda. Internet yang setiap hari Anda akses. Koran yang Anda baca pada pagi hari. Dan seterusnya.

Tahukah Anda bahwa media dapat membentuk mind set kita? Media menjadikan kita seperti apa yang ia inginkan. Sebuah kutipan buku ‘Catatakan Kang Jalal’, 18 September 1997 dari seorang pakar komunikasi Jalaluddin Rakhmat.

“Dalam media massa dunia berganti nama, aurat berubah menjadi kesenian, maksiat menjadi klangenan, hiburan menjadi kebijakan, fitnah menjadi penerangan, manusia menjadi berhala, dan derita menjadi berita,”

Mengerikan bukan? Lalu apa saja contoh yang ada disekitar kita? Saya akan memberikan 2 contoh.

#Contoh 1
Adat istiadat orang zaman dahulu sopan serta santun. Orangtua kita pasti mengetahui hal tersebut dan Anda pasti akan setuju. Sangat jauh berbeda dengan zaman sekarang.

Kita kembali ke masa lalu, bagaimana penilaian masyarakat terhadap wanita yang keluar malam? Tentunya akan dicap sebagai wanita yang tidak baik, apalagi jika ia keluar bersama laki, tentunya cap yang melekat pada dirinya semakin parah. Keadaan seperti ini sungguh sangat baik. Mereka mengerti sampai mana batasan-batasan yang harus dilakukan dengan tidak melanggar norma-norma yang berlaku.

Bagaimana dengan sekarang? Anda dapat melihat sendiri bagaimana wanita keluar malam dengan mudahnya.  Apalagi para remaja putri yang kerap keluar bersama pacarnya. Sudah menjadi biasa dan tidak ada khwatir pada diri orangtua. Padahal kegiatan seperti ini sangat berpeluang terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Anggapan zaman dahulu telah sirna.

Bagaimana hal ini bisa terjadi? Ya, media. Bukankah televisi mempertontonkan adegan berpacaran? Bukankah budaya impor tesebut telah tersampaikan lewat media tulis? Cerita-cerita muda-mudi yang menjalin kasih? Cek saja buku-buku terdahulu. Hal-hal seperti ini meracuni pemikiran measyarakat.

Parahnya lagi ketika kita saksikan di layar kaca film bertemakan cinta saat ini kebanyakan diperankan oleh para pelajar. Bukankah harusnya mereka menyodorkan nilai-nilai pendidikan yang lebih, bukannya hanya mementingkan komersial saja dengan memfokuskan pada adegan percintaan. Film yang tidak baik. Maka sudah dapat dipastikan bagaimana budaya seks bebas itu muncul. Memberikan peluang kepada mereka untuk berduaan ketika pacaran.

#Contoh 2

Lady Gaga, sumber: mashable.com

Anda pasti mengenal Lady Gaga. Berita artis kontroversial tersebut sempat meledak ketika rencana konsernya di Indonesia. Maka berkembanglah isu mengenai Lady Gaga. Berita mengatakan ia adalah illuminati, satanis, dan lain sebagainya dengan membeberkan banyak bukti. Memang saya sendiri menyempatkan diri untuk membuktikan hal tersbut lewat karya-karya Lady Gaga. Dari liriknya yang menyesatkan dan koreografinya yang penuh pesan simbolik ‘jahat’ untuk para penonton. Menurut saya sudah sangat jelas keburukkannya.

Lagu ‘Born This Way’ sudah banyak dibahas oleh berbagai pihak, bahwa lagu tersebut mengandung pesan-pesan kelompok satanis. Begitu juga dengan lagunya yang berjudul ‘Judas’ yang mengaitkan pada sebuah agama tertentu. Gelombang penolakkan juga terjadi di negara lain. Umat Islam dan Khatolik di Filipina berdemo atas rencana konser yang akan dilaksankan di negara tersebut.

Akibat Ghazaul Fikri, pemikiran sebagian orang berubah. Mereka lebih menganggap hal tersebut sebagai sebuah seni belaka. Tidak ada maksud, tidak ada tujuan, hanya sebatas seni. Lalu, mereka juga mengungkit hak untuk berekspresi yang dimiliki semua orang. Semuanya sah-sah saja dilakukan, toh setiap orang punya hak. Ada pula dengan tidak bijaknya mereka menyarankan agar orang-orang yang kontra untuk menyelesaikan permasalahan ibu peritiwi terlebih dahulu ketimbang mengurusi “Mother Monster” ini.

Lihat bagaimana pemikiran kita telah diubah, diarahkan sesuai apa yang mereka inginkan. Harusnya kita berterimakasih sebesar-besarnya kepada media dan mengasihani diri sendiri karena tidak mampu bertahan atau melawan. Selamat!

Satu hal penting, Sebuah keburukan akan tetap buruk tidak relatif mengikuti perspektif seseorang.

Jangan sampai sesuatu yang buruk kita anggap menjadi biasa atau baik, karena ghazaul fikri mampu melakukan hal tersebut. Jadi berhati-hatilah.

Sumber: Sabda Awal

Leave a comment